Aku bersahabat dengan seorang pria. Dekat sekali. bahkan lebih dekat dari kakiku sendiri. seringkali aku terkilir karena tak fokus pada jalanan. aku hanya fokus padanya. fokus pada kegiatannya, fokus pada kesehatannya dan apapun mengenai dirinya. begitupun ia. sejak membuka mata hingga akhirnya aku terlelap, ia selalu ucapkan berbagai macam selamat juga tanya.
Kami tenggelam di dalamnya. seperti dua remaja yang sedang dimabuk cinta.
Aku masih enggan mengakui bahagia itu. meski ia seringkali menyentilnya. aku tetap bergeming, diam. bukan galau, namun aku tahu pacaran bukan jalan keluar.
Akhirnya, semua itu mengalir deras. sederas sungai dimusim penghujan. aku senang, iapun demikian. kami menikmatinya dengan penuh senyuman. jalin surga dengan kata. tak ada suara apalagi tatap muka. kami ada, namun maya. sedang dialam nyata, aku rindu luar biasa. entah ia .. sepertinya ya, atau bisa jadi tidak. aku tak dapat merabanya.
lama-lama logikaku jalan. atas saran teman, aku mundur kebelakang. kulihat 2 wanita menggoda. cantik, langsing juga pintar sepertinya. air liur kutelan sebab kesal. dimana lagi kulihat ini kalau bukan didunia maya.
Temanku sigap beri saran, "Tinggalkan ! ia tak layak untuk diharapkan."
Aku terhenyak beberapa saat. logika mengiyakan, namun hati sepertinya tak senang. kucoba saran teman. tak lama, kembali lagi seperti semula. berhaha-hihi ria dalam dimensi yang kau tahu itu apa. sungguh tak kusangsikan kekuatan cinta.
Cinta ? sejak kapan aku mengerti hal hal begituan ? bahkan ketika tenggelam kedasarnya pun aku tak tahu kalau lautan itu adalah cinta. aku tersenyum geli memikirkannya.
Kembali pada dua wanita itu. jujur aku cemburu. ia lebih dekat dengannya ketimbang aku. mereka bercanda begitu mesra. bercerita tentang makan yang lezat. tempat yang indah dan momen spesial yang menyenangkan. kusimpulkan mereka berhubungan. dekat secara hati juga raga.
Sadar diri, akupun pergi. sialnya, iapun tak mencari. ini menyesakkan. padahal teman sudah mewanti-wanti, jalannya pasti begini. tak ayal akupun menyesal. bubur tak dapat lagi kuubah menjadi nasi. hanya barangkali lapar, akhirnya kumakan juga meski basi. malang nian rasanya ditinggal pergi.
Kuinjak keras asa dan rasa bersamaan. kutaburi tangis penuh sesal dan membuangnya jauh-jauh dari rumah hatiku yang dahulu tentram. aku patah hati.
Langkah gontai. mata sayu. kulit pucat. jiwa gersang tak ada kehidupan. mentari pagi ikut murung dibuatnya. burung pipit takut-takut kicaukan suara indahnya. dunia tak berani berbuat apa-apa, demi dilihatnya seorang gadis yang sedang dirundung duka.
Aku tak betah hidup begini. hidup segan matipun enggan. tak jelas apa yang diinginkan. suara-suara lantang sesakkan pikiran.
"Move on cantik ! untuk apa kau masih pikirkan pria itu ? ia hanya tokoh figuran dalam drama kehidupanmu. tak sepatutnya kau terus terfokus pada hal-hal tak penting. ingat ! tujuan hidupmu bukan untuk itu."
Aku terpekur menghadap batu. berpikir keras mencerna suara itu. ok keputusanku bulat. tetap berkawan sebuah pilihan bijak.
Yakin dengan sebuah keputusan, akhirnya kumulai dengan salam tiap kali online bersamaan. seperti mesin penjawab otomatis, ia selalu menulis dengan kalimat "Wa'alaikumsalam". terdengar suar, namun karena selalu begitu tiap kali kusapa jadi terdengar membosankan. barangkali ia gunakan mesin khusus untuk menjawab sapaku. namun apapun itu, aku tak lagi ambil pusing.
Bulan berganti tahun. tanah-tanah kering berubah menjadi basah. daun-daun tua berjatuhan, berganti dengan pucuk baru yang lebih segar. langit murung sembunyi, keceriaan muncul selimuti hari. jiwa-jiwa yang kosong perlahan mulai terisi. kuasa Tuhan itu pasti. meski mesin penjawab otomatis tak berganti, namun aku tersenyum menikmati.
Hingga suatu hari Tuhan kirim seorang lelaki. ia nyata, tampan dan pintar. matanya tajam seperti hunusan pedang. senyumnya menawan membuat dada berdegup kencang. air mukanya sejuk, sesejuk kata yang keluar dari lisannya. perangai sopannya, membuat ayah dan ibu mengiyakan. kami bertemu dalam seminar kepenulisan.
hanya 2 bulan berkenalan, kamipun naik kepelaminan. bahagia liputi 2 keluarga besar. saudara dan handai taulan kuundang. tak luput jua pria si mesin penjawab otomatis. setelah kukabarkan, ia mengetik sesuatu yang mengejutkan, "Wa'alaikumsalam. selamat"
Ini pertama kalinya ia menambahkan satu kata dalam mesinnya. karena aku senang. akupun menjawab, "terima kasih. semoga engkau lekas menyusul."
Tak ada kata, tak ada suiara, apalagi tatap muka. namun bahagia tetap menyeruak dalam batin yang sulit teraba.
Seminggu rasanya sewindu. aku dikurung dalam sangkar yang terasa syahdu. nuansa putih tulang semakin buatku termangu. beginikah rasanya rindu ? meski rumah sangatlah ramai, namun hati begitu kesepian. kakanda, berapa lam lagi kau datang ?
"Sudah siap sayang ?" tanya ibu, mengagetkan.
Malu, kuanggukkan kepala pelan. ibu tersenyum melihatnya.
"Pangeranmu hampir tiba...."
Ini malam yang dingin, sekaligus hangat bagiku yang sedang bercengkrama dengan sang pangeran. secangkir teh lengkapi keindahan gelap yang sedang bertabur bintang. indahnya benar-benar sulit kulukiskan.
Dalam dendang kesunyian, ia berbisik pelan, "dinda .. akhirnya aku memilikimu."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar