Mungkin ilusiku saja, atau aku masih terbawa mimpi dalam tidurku.
Sebab entah, telah berapa malam ku temui hujan merinai menderai di bulan
Juli ini. Mungkinkah tabah itu, tak lagi setabah dulu?
Menabahkan rindu dalam rahasia? Bagaimana? bahkan hujan memilih
caranya, datang di tiap malam hanya menyampaikan rindunya pada pohon
bunga itu. Meski bila pagi datang, pohon bunga tak pernah tahu, semalam
hujan telah rinai menitikkan rindunya.
Dan kali ini, apakah bedanya aku dan hujan bulan juli? Aku telah
berulang-ulang menabahkan rinduku yang lalu pada akhirnya menitik
mewujud derai air mata. Iya, aku tak mampu menabahkan rinduku, yang
berkali-kali dan tak henti akhirnya ku tulismu dalam doa pun aksara.
Dalam ketaktabahanku ini, dengan segala yang ku lafal dan ku tulis,
serta ketak mampuan ku lagi mengatakannya dengan langsung, yang walau
tak pasti kau tahu, walau tak lagi sempat matamu menjamah kataku, dan
walau letih kau untuk sekedar tahu, aku hanya ingin mengatakan; betapa
aku tak memiliki ketabahan merahasiakan rinduku. Aku ingin terus
mengatakannya.
***
Bilakah luang waktumu, bacalah tentang rindu ini. Jika tlah kau
baca, apakah yang ingin kau lakukan? Jika boleh meminta tentang begitu
egoisnya rinduku, ku mohon tuntaskanlah rinduku.
Tentang pintaku — Apa yang ingin tertuntaskan, tak selalu
harus seperti mau-ku. Hanya saja segeralah menuntaskannya. Sungguh
betapapun akan manis atau pahit, kau akan menemukan bahwa aku akan
menelannya :’)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar