1. Peralatan dan perlengkapan hidup
manusia
Tranportasi:
Kabupaten
Banyumas dilalui jalan negara yang menghubungkan kota Tegal-Purwokerto,
Purwokerto-Temangggung-Magelang/Semarang,
serta jalan lintas selatan Bandung-Yogyakarta-Surabaya.
Wangon merupakan persimpangan jalur Yogyakarta-Bandung dan
Tegal-Cilacap.Angkutan umum bis antarkota diantaranya jurusan Jakarta,
Tegal/Cirebon, Bandung, Semarang, Yogyakarta/Solo.
Kabupaten
ini juga terdapat jalur kereta api lintas selatan
Jakarta-Cirebon-Purwokerto-Yogyakarta-Surabaya. Stasiun Purwokerto merupakan
stasiun paling besar di wilayah Jawa Tengah bagian barat. Di antara kereta api
yang melintasi Purwokerto adalah: Bima (Jakarta Kota-Surabaya Gubeng), Argo Lawu (Jakarta
Gambir-Solo Balapan).
Perlengkapan
pada acara Begalan di banyumas :
a) Pikulan
atau mbatan:adalah alat pengangkat brenong kepang bagi peraga yang bernama
Gunareka. Begal ini dari pihak pengantin pria atau kakung . Alat ini terbuat dari bambu
yang melambangkan seorang pria yang akan berumah tangga harus dipertimbangkan
terlebih dahulu, jangan sampai merasa kecewa setelah pernikahan sehingga ketika
seorang pria mencari seorang calon isteri maka harus dipertimbangkan bibit,
bobot, dan bebetnya.
b) Pedang
Wlira: adalah alat yang digunakan sebagai pemukul dengan ukuran panjang 1
meter, tebal 2cm, dan lebar 4 cm. Terbuat dari kayu pohon pinang. Pedang Wlira
dibawa oleh Rekaguna dari pihak pengantin wanita yang menggambarkan seorang
pria yang bertanggungjawab, berani menghadapi segala sesuatu yang menyangkut
keselamatan
c) Brenong
Kepang: adalah barang – barang yang dibawa oleh Gunareka utusan dari keluarga
mempelai pria berupa alat – alat dapur meliputi :
Alat
–alat dapur
ü
Ilir merupakan kipas yang terbuat dari anyaman
bambu melambangkan seseorang yang sudah berkeluarga agar dapat membedakan
perbuatan baik dan buruk sehingga dapat mengambil keputusan yang bijak saat
sudah berumah tangga.
ü
Cething adalah
alat yang digunakan untuk tempat nasi terbuat dari bambu. Maksudnya bahwa
manusia hidup di masyarakat tidak boleh semunya sendiri tanpa mempedulikan
orang lain dan lingkunganya.Manusia adalah mahluk sosial yang butuh orang lain
ü
Kukusan adalah
alat untuk menank nasi yang terbuat dari anyaman bamboo berbentuk kerucut yang
mempunyai arti kiasan bahwa seseorang yang sudah berumah tangga harus berjuang
untuk menckupi kebutuhan hidup semaksimal mungkin.
ü
Centhong adalah
alat untuk mengambil nasi pada saat nasi diangi, yang terbuat dari kayu atau
hasil tempurung kelapa. Maksudnya seorang yang sudah berumah tangga mampu
mengoreksi diri sendiri atau introspeksi sehingga ketika mendapatkan
perselisihan antara kedua belah pihak (suami dan istri) dapat terselesaikan
dengan baik. Selalu mengadakan musyawarah yang mufakat sehingga terwujudlah
keluarga yang sejahtera, bahagia lahir dan batin.
ü
Irus adalah
alat untuk mengambil dan mengaduk sayur yang terbuat dari kayu atau tempurung
kelapa. Maksudnya ialah sesorang yang sudah berumah tangga hendaknya tidak
tergiur atau tergoda dengan pria atau wanita lain yang dapat mengakibatkan
retaknya hubungan rumah tangga.
ü
Siwur adalah
alat untuk mengambil air terbuat dari tempurung kelapa yang masih utuh dengan
melubangi di bagian atas dan diberi tangkai. Siwur merupakan kerata basa
yaitu, asihe aja diawur – awur. Artinya,
orang yang sudah berumah tangga harus dapat mengendalikan hawa nafsu, jangan
suka menabur benih kasih saying kepada orang lain.
ü
Saringan ampas atau kalo adalah alat untuk menyaring ampas terbuat dari anyaman
2. Mata pencaharian hidup dan
sistem-sistem ekonomi
Dari
jumlah penduduk ini, 47% diantaranya merupakan angkatan kerja. Mata pencaharian
paling banyak adalah di sektor pertanian (42,34%), diikuti dengan perdagangan
(20,91%), industri (15,71%), dan jasa (10,98%)
3. Sistem kemasyarakatan
Dalam
setiap masyarakat selalu dijumpai upacara-upacara yang biasa dikenal dengan
istilah upacara adat-istiadat. Pengertian adat istiadat yang dimaksud yaitu
berbagai aturan, kegiatan, dan kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun
dan menjadi simbol bagi masyarakat pendukungnya. Penggunaan bahasa dalam ranah
adat yang dikaji dalam penelitian ini dibatasi pada adat-istiadat yang erat
kaitannya dengan upacara-upacara kelahiran, pernikahan, dan kematian.
Pada
upacara perkawinan penggunaan baju dipengaruhi oleh mempelai yang melangsungkan
pernikahan. Apabila mempelai berasal dari sesama etnis Jawa lazimnya digunakan
bahasa Jawa. Sebaliknya, apabila kedua mempelai berlainan etnis, mereka
menggunakan bahasa indonesia . Penggunaan basasa Jawa dalam upacara perkawinan
selain pada upacara akad nikah, juga dalam sambutan-sambutan yang disampaikan
dari pihak mempelai.
Pada
upacara kematian penggunaan baju lebih banyak dijumpai pada masyarakat
pedesaan. Pada masyarakat perkotaan terutama dari golongan kelas menengah ke
bawah juga terdapat pemakain baju dalam upacara tersebut.
Pemerintahan
Kota-kota
di wilayah Banyumasan antara lain : Brebes, Tegal, Pemalang, Banjarnegara,Kebumen, Cilacap, Purwokerto, Purbalingga, Slawi, Bumiayu, Gombong, Majenang, Bobotsari,Ajibarang, Sumpiuh, Tanjung, Comal, Ketanggungan, Purwareja, Kroya dll.
4. Bahasa (lisan maupun tertulis).
Dialek
Bumiayu atau Bahasa Bumiayu, adalah dialek Bahasa
Jawa yang dituturkan di daerah Bumiayu (Kabupaten
Brebes) dan sekitarnya. Dialek ini sebenarnya tidak berbeda
jauh dengan Dialek
Banyumas dan Dialek
Tegal, kosakata dan cara pengucapannya juga mirip. Hal yang
membedakan dialek Bumiayu dengan banyumas hanya
pada intonasi dan pemilihan kata.
Ada
sebagian kata yang umum dipakai oleh orang Banyumas tetapi tidak digunakan oleh
orangBumiayu.
misalnya kata masuk, kata yang biasa dipakai oleh orang Banyumas adalah mlebutetapi
orang Bumiayu memakai
kata manjing, kedua kata tersebut sama-sama bahasa Jawa dan memiliki arti
yang sama yaitu masuk kedalam ruangan.
Jika
diteliti lebih jauh, bahasa Bumiayu banyak dipengaruhi oleh bahasa Sansekerta.
Dalam tradisi budaya Jawa, bahasa Sansekerta berada di atas Krama Hinggil,
bahasa Jawa yang dianggap paling halus. Kata "manjing", misalnya,
sering dipakai oleh para dalang dalam cerita perwayangan. Kata
"manjing" digunakan secara khusus untuk menggambarkan ruh yang masuk
ke dalam diri sang Arjuna. Tapi di Bumiayu, kata tersebut digunakan untuk
sembarang kalimat yang berkonotasi "masuk". "Ayame manjing
umah", misalnya, berarti "ayamnya masuk rumah."
Dialek
Bumiayu juga sering menambahkan akhiran ra (diucapkan
rha), belih untuk mengakhiri kalimat, hal ini mungkin untuk
menegaskan maksud dari kalimat tersebut. Misal:
·
Ana apa, ra? ( Ada apa ?)
·
Rikané masa ora ngerti, ra ? (Kamu masa ngga
ngerti ?)
·
Wis mangan, belih ? ( Sudah makan belum ?)
·
Pan maring ngendi ? ( mau pergi kemana ?)
Dialek
ini diucapkan oleh masyarakat dari Kecamatan Bumiayu Buaran-Bumiayu Paguyangan,Sirampog,
dan Tonjong (Kabupaten
Brebes
5. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni
gerak dan sebagainya).
Budaya Banyumasan memiliki
ciri khas tersendiri yang berbeda dengan wilayah lain di Jawa Tengah, walaupun
akarnya masih merupakan budaya Jawa.
Diantara
seni pertunjukan yang terdapat di Banyumas antara lain:
ü
Wayang kulit gagrag Banyumas,
yaitu kesenian wayang
kulit khas Banyumasan. Terdapat
dua gagrak (gaya), yakni Gragak Kidul
Gunung dan Gragak Lor Gunung. Kekhasan wayang kulit gragak Banyumasan
adalah nafas kerakyatannya yang begitu kental dalam pertunjukannya.
ü
Begalan,
adalah seni tutur tradisional yang pada upacara pernikahan.
Kesenian ini menggunakan peralatan dapur yang memiliki makna simbolis berisi
falsafah Jawa bagi pengantin dalam berumah tangga nantinya.
Kesenian
musik tradisional Banyumas juga memiliki kekhasan tersendiri dibanding dengan
kesenian musik Jawa lainnya, diantaranya:
ü
Calung,
adalah alat musik yang terbuat dari potongan bambu yang diletakkan melintang
dan dimainkan dengan cara dipukul. Perangkat musik khas Banyumas yang terbuat
dari bambu wulung mirip dengan gamelan Jawa, terdiri atas gambang barung, gambang penerus, dhendhem, kenong, gong dan kendang.
Selain itu ada juga Gong Sebuldinamakan demikian karena bunyi yang
dikeluarkan mirip gong tetapi
dimainkan dengan cara ditiup (Bahasa Jawa: disebul), alat
ini juga terbuat dari bambu dengan ukuran yang besar. Dalam penyajiannya calung
diiringi vokalis yang lazim disebut sinden.
Aransemen musikal yang disajikan berupa gending-gending Banyumasan, gending gayaBanyumasan, Surakarta-Yogyakarta dan
sering pula disajikan lagu-lagu pop yang diaransemen ulang.
ü
Kenthongan (sebagian menyebut tek-tek),
adalah alat musik yang terbuat dari bambu.Kenthong adalah alat utamanya,
berupa potongan bambu yang diberi lubang memanjang disisinya dan dimainkan
dengan cara dipukul dengan tongkat kayu pendek. Kenthongan dimainkan dalam
kelompok yang terdiri dari sekitar 20 orang dan dilengkapi denganbedug, seruling,
kecrek dan dipimpin oleh mayoret. Dalam satu grup kenthongan, Kenthong yang
dipakai ada beberapa macam sehingga menghasilkan bunyi yang selaras.
ü
Salawatan Jawa, yakni salah satu seni musik
bernafaskan Islam dengan
perangkat musik berupa terbang jawa. Dalam pertunjukan kesenian ini menyajikan
lagu-lagu yang diambil dari kitab Barzanji.
ü
bongkel, yakni peralatan musik tradisional
sejenis angklung,
namun terdiri empat bilah berlaras slendro.
ü
Sejumlah tarian khas Banyumasan antara lain:
ü
lengger, merupakan tarian yang dimainkan oleh dua
orang perempuan atau lebih. Di tengah-tengah pertunjukkan hadir seorang penari
laki-laki disebut badhud (badut/bodor). Tarian ini umumnya dilakukan
di atas panggung dan diiringi oleh alat musik calung.
ü
sintren, adalah tarian yang dimainkan oleh laki-laki
yang mengenakan baju perempuan. Tarian ini biasanya melekat pada
kesenian ebeg. Di tengah-tengah pertunjukan biasanya pemain ditindih
dengan lesung dan dimasukan ke dalam kurungan, dimana dalam kurungan itu ia
berdandan secara wanita dan menari bersama pemain yang lain.
ü
angguk, yakni kesenian tari-tarian bernafaskan Islam.
Kesenian ini dilakukan oleh delapan pemain, dimana pada akhir pertunjukan
pemain tidak sadarkan diri.
ü
aplang atau daeng, yakni kesenian yang
serupa dengan angguk, dengan pemain remaja putri.
ü
buncis, yaitu paduan antara kesenian musik dan tarian
yang dimainkan oleh delapan orang. Kesenian ini diiringi alat musik angklung.
ü
ebeg, adalah kuda lumping khas Banyumas. Pertunjukan
ini diiringi oleh gamelan yang disebut bendhe.
6. Sistem pengetahuan.
Sistem
pengetahuan di kanupaten banyumas sbb:
1.
sistem pengetahuan alam
2.
sistem pengetahuan buatan
3.
sistem pengrtahuan bercocok tanam
Kabupaten
Banyumas memiliki perguruan tinggi negeri Universitas Jenderal Soedirman dan STAIN Purwokerto,
yang berada di kota Purwokerto. Selain itu ada pula universitas swasta
yakni Universitas Muhammadiyah Purwokerto dan
[Universitas Wijaya Kusuma] juga [STMIK Widya Utama Purwokerto]. Kabupatem
Banyumas juga mempunyai paguyuban-paguyuban mahasiswa di beberapa Universitas
di Indonesia,salah satunya adalah CLUBBAN UI yang merupakan paguyuban mahasiswa
asal Banyumas di Universitas Indonesia. Ada juga Perguruan Tinggi Negeri di
bidang kesehatan yaitu POLTEKKES
KEMENKES SEMARANG yang mempunyai dua kampus
terpadu, yaitu "Kampus 7 POLTEKKES KEMENKES SEMARANG"yang
bertempat di Jalan Raya Baturaden KM 12, dan "Kampus 8 POLTEKKES
KEMENKES SEMARANG" yang berada di Jalan Adipati Mersi Purwokerto Timur.
7. Religi (sistem kepercayaan).
7. Religi (sistem kepercayaan).
Sebagian
besar penduduk banyumas beragama Islam dan
mayoritas tetap mempertahankan tradisi Kejawen yang
dikenal dengan istilah abangan.Agama lain yang dianut adalah Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, Kong Hu
Cu, dan puluhan aliran kepercayaan. Penduduk Jawa Tengah
dikenal dengan sikap tolerannya. Sebagai contoh di daerah Muntilan,Kabupaten Magelang banyak
dijumpai penganut agama Katolik, dan dulunya daerah ini merupakan salah satu
pusat pengembangan agama Katolik di Jawa. Provinsi Jawa Tengah merupakan
provinsi dengan populasi Kristen terbesar di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar