Rabu, 15 Januari 2014

PRO DAN KONTRA SERTA PERMASALAHAN PENDIDIKAN GRATIS DI KABUPATEN BANYUMAS

Mengenai masalah pedidikan, perhatian pemerintah kita masih terasa sangat minim. Terutama di kabupaten Banyumas. Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU Pendidikan kacau. Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita kedepannya makin terpuruk. Hal ini juga sangat penting untuk disoroti melihat pengaruh globalisasi nantinya yang akan mempengaruhi langsung para pelaku pendidikan saat ini. Hal ini jelas terasa akibat buruknya sistem pendidikan, terutama bagi bangsa ini. Apa lagi sekarang pemerintah kabupaten Banyumas  sudah mencanangkan pendidikan gratis yang manfaatnya salah satunya yaitu, orang tua tidak perlu lagi bertanggung jawab terhadap biaya sekolah anak-anaknya karena sudah ditanggung dan diurusi pemerintah daerah  Banyumas. Pemerintah kota Purwokerto telah menggratiskan biaya sekolah untuk siswa-siswi yang bersekolah di sekolah negeri baik SD, SMP, SMA, dan SMK .
Jika kita lihat dana yang dikeluarkan untuk sekolah gratis oleh pemerintah kabupaten Banyumas terhitung tidak sedikit. Dilain pihak pemerataan kualitas pendidikan di kota lain masih terabaikan akibat dana-nya dialokasikan paling banyak untuk penggratisan sekolah. Sementara, fasilitas-fasilitas pendidikan seperti laboratorium, perpustakaan, teknologi Informasi, gedung sekolah rusak  dan ruang kelas yang tidak layak pakai masih saja kita jumpai di daerah terpencil di kabupaten Banyumas. Hal ini bagi saya adalah pemborosan uang Negara untuk dilakukan pada program yang tidak efektif dan efisien. Pemerintah kabupaten Banyumas bisa  jadi harus membenahi dahulu semua permasalahan ini dan menempatkan pada posisi layak sebelum adanya sekolah gratis. Sama saja dengan sekolah gratis tetapi kualitasnya diabaikan.
Di sisi lain, gaya hidup masyarakat Banyumas yang serba hura-hura atau pemborosan menyebabkan masyarakat terjebak pada budaya konsumtif, harga diri tinggi, hobi nyicil ataupun kredit. Penghasilan keluarga lebih digunakan untuk pembiayaan kepentingannya sendiri dan keluarga. Apalagi jika sekolah digratiskan maka keluarga-keluarga ini tidak perlu mengeluarkan banyak “uang” untuk biaya pendidikan. Maka, semakin hebatlah budaya-budaya ini menjangkiti gaya hidup masyarakat Banyumas.
Banyak masyarakat Banyumas yang rela  me-les-kan putra-putri di Lembaga Bimbingan Belajar atau privat di luar sekolah dengan biaya pendidikan yang lebih mahal daripada biaya pendidikan di sekolah formal. Lembaga Bimbingan Belajar  ini sebenarnya hanya mengulang pelajaran di sekolah dan faktanya tidak banyak membantu siswa dalam hal belajar. Tetapi masyarakat berlomba-lomba me-les-kan putra-putrinya disini atas nama harga diri dan ikut-ikutan.
Dilihat dari perkembanganya , fenomena pendidikan gratis  ini tidak lepas dari pro dan kontra. Bagi yang pro dengan program-program itu mengatakan bahwa itu adalah upaya pemerintah kabupaten Banyumas untuk meningkatkan mutu pendidikan dan penurunan angka anak putus sekolah, sekolah gratis bagi orangtua bisa mengurangi beban pikirannya untuk masalah biaya pendidikan dan tidak ada lagi anak-anak yang tidak boleh ikut ujian hanya karena belum bayar iuran sekolah. Sedangkan yang kontra berkata pemerintah bagaikan pahlawan kesiangan, Hal ini dikarenakan telah ada yang lebih dulu melakukan hal tersebut, yaitu LSM-LSM yang  pada bidang pendidikan dan penanganan masyarakat tak mampu.
Melihat kondisi diatas, semua itu adalah usaha pemerintah untuk mensejahterahkan rakyatnya dalam hal ekonomi dan pendidikan, tapi alangkah baiknya tidak memberlakukan sekolah gratis melainkan sekolah murah, dan program bea siswa. Mengapa sekolah harus murah? Sekolah murah adalah harapan semua orang, tidak hanya para murid dan orangtuanya, namun juga para guru selagi kesejahteraannya mendapatkan jaminan dari pemerintah. Sekolah murah dalam banyak hal bisa menyenangkan masyarakat, tanpa dibebani tanggungan biaya sekolah sang anak yang mahal, orangtua dapat tenang menyekolahkan anaknya dan urusan pencarian dana untuk memenuhi kebutuhan keluarga lebih dikosentrasikan kepada kebutuhan sandang, pangan, papan dan kesehatan. Sang anak pun bisa tenang melakukan aktivitas pendidikan, sebab tidak lagi merasa menjadi beban bagi orangtua.
Bagaimana peserta didik dapat belajar dengan baik jika konsentrasinya harus terbagi memikirkan dana sekolahnya yang belum terlunasi orangtuanya. Ataupun waktu di luar sekolahnya harus terbagi untuk membantu orangtuanya mencari tambahan penghasilan. Di Purwokerto sendiri, banyak anak yang putus sekolah akibat membantu orang tuanya bekerja, bahkan rela mengemis di pusat kota Purwokerto demi memperoleh bangku sekolah.
Seharusnya dana sekolah gratis berupa beasiswa pendidikan kepada rakyat miskin saja secara penuh, sehingga semua warga miskin di daerah Kabupaten Banyumas  bisa bersekolah tidak hanya di sekolah negeri saja tetapi juga sekolah swasta, Karena pada kenyataannya jumlah sekolah negeri tidak sebanding dengan sekolah swasta, sehingga banyak siswa miskin yang berada di sekolah swasta merasa beban biaya sekolah yang sangat mahal karena tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah kabupaten.  Karena apabila peserta didik yang sekolah di swasta sada manfaatnya juga yaitu dapat membantu sekolah-sekolah swasta di Banyumas yang hampir “punah” atau dengan kualitas dan fasilitas pendidikan yang sangat minim untuk dapat bersaing dengan sekolah negeri unggulan di Kabupaten Banyumas.
Kita pun sebagai mahasiswa, masyarakat dan pemerintah sama-sama untuk membangun dan menyediakan fasilitas pendidikan khususnya didaerah pedesaan, daerah terpencil dan pedalaman agar anak-anak dapat merasakan pendidikan yang sama dengan masyarakat perkotaan.
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Penyelesaian masalah pendidikan tidak semestinya dilakukan secara terpisah-pisah, tetapi harus ditempuh langkah atau tindakan yang sifatnya menyeluruh. Artinya, kita tidak hanya memperhatikan kepada kenaikkan anggaran saja. Sebab percuma saja, jika kualitas Sumber Daya Manusia dan mutu pendidikan di Indonesia masih rendah. Masalah penyelenggaraan Wajib Belajar Sembilan tahun sejatinya masih menjadi PR besar bagi kita. Kenyataan yang dapat kita lihat bahwa banyak di daerah-daerah pinggiran yang tidak memiliki sarana pendidikan yang memadai. Dengan terbengkalainya program wajib belajar sembilan tahun mengakibatkan anak-anak Indonesia masih banyak yang putus sekolah sebelum mereka menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun. Dengan kondisi tersebut, bila tidak ada perubahan kebijakan yang signifikan, sulit bagi bangsa ini keluar dari masalah-masalah pendidikan yang ada, apalagi bertahan pada kompetisi di era global.
Kondisi ideal dalam bidang pendidikan di Indonesia adalah tiap anak bisa sekolah minimal hingga tingkat SMA tanpa membedakan status karena itulah hak mereka. Namun hal tersebut sangat sulit untuk direalisasikan pada saat ini. Oleh karena itu, setidaknya setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengenyam dunia pendidikan. Jika mencermati permasalahan di atas, terjadi sebuah ketidakadilan antara si kaya dan si miskin. Seolah sekolah hanya milik orang kaya saja sehingga orang yang kekurangan merasa minder untuk bersekolah dan bergaul dengan mereka. Ditambah lagi publikasi dari sekolah mengenai beasiswa sangatlah minim.
Sesuai dengan tujuan negara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan pemerintah Indonesia berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa, maka pasal 31 UUD 1945 menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsaa yang diatur dengan UU.
Negara wajib memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN serta dari APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Pemerintah memajukan IPTEK dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
UUD juga menyatakan tentang hak mendapat dan memilih pendidikan sebagai upaya dalam pengembanan diri, sebagai diatur dalaam pasal 28C UUD 1945 yang menyatakan bahwaa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari IPTEKSB, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Setiap orang juga berhak memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknyasecara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negara. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar