Mengenai masalah pedidikan, perhatian pemerintah kita masih
terasa sangat minim. Terutama di kabupaten Banyumas. Gambaran ini tercermin
dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa masih
rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan
UU Pendidikan kacau. Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita
kedepannya makin terpuruk. Hal ini juga sangat penting untuk disoroti melihat
pengaruh globalisasi nantinya yang akan mempengaruhi langsung para pelaku
pendidikan saat ini. Hal ini jelas terasa akibat buruknya sistem pendidikan,
terutama bagi bangsa ini. Apa lagi sekarang pemerintah kabupaten Banyumas
sudah mencanangkan pendidikan gratis yang manfaatnya salah satunya yaitu, orang
tua tidak perlu lagi bertanggung jawab terhadap biaya sekolah anak-anaknya
karena sudah ditanggung dan diurusi pemerintah daerah Banyumas. Pemerintah
kota Purwokerto telah menggratiskan biaya sekolah untuk siswa-siswi yang
bersekolah di sekolah negeri baik SD, SMP, SMA, dan SMK .
Jika kita lihat dana yang dikeluarkan untuk sekolah gratis
oleh pemerintah kabupaten Banyumas terhitung tidak sedikit. Dilain pihak
pemerataan kualitas pendidikan di kota lain masih terabaikan akibat
dana-nya dialokasikan paling banyak untuk penggratisan sekolah. Sementara,
fasilitas-fasilitas pendidikan seperti laboratorium, perpustakaan, teknologi
Informasi, gedung sekolah rusak dan ruang kelas yang tidak layak pakai masih
saja kita jumpai di daerah terpencil di kabupaten Banyumas. Hal ini bagi saya
adalah pemborosan uang Negara untuk dilakukan pada program yang tidak efektif
dan efisien. Pemerintah kabupaten Banyumas bisa jadi harus membenahi
dahulu semua permasalahan ini dan menempatkan pada posisi layak sebelum adanya
sekolah gratis. Sama saja dengan sekolah gratis tetapi kualitasnya diabaikan.
Di sisi lain, gaya hidup masyarakat Banyumas yang serba
hura-hura atau pemborosan menyebabkan masyarakat terjebak pada budaya konsumtif,
harga diri tinggi, hobi nyicil ataupun kredit. Penghasilan keluarga lebih
digunakan untuk pembiayaan kepentingannya sendiri dan keluarga. Apalagi jika
sekolah digratiskan maka keluarga-keluarga ini tidak perlu mengeluarkan banyak
“uang” untuk biaya pendidikan. Maka, semakin hebatlah budaya-budaya ini
menjangkiti gaya hidup masyarakat Banyumas.
Banyak masyarakat Banyumas yang rela me-les-kan
putra-putri di Lembaga Bimbingan Belajar atau privat di luar sekolah dengan
biaya pendidikan yang lebih mahal daripada biaya pendidikan di sekolah formal.
Lembaga Bimbingan Belajar ini sebenarnya hanya mengulang pelajaran di
sekolah dan faktanya tidak banyak membantu siswa dalam hal belajar. Tetapi
masyarakat berlomba-lomba me-les-kan putra-putrinya disini atas nama harga diri
dan ikut-ikutan.
Dilihat dari perkembanganya , fenomena pendidikan gratis
ini tidak lepas dari pro dan kontra. Bagi yang pro dengan program-program
itu mengatakan bahwa itu adalah upaya pemerintah kabupaten Banyumas untuk
meningkatkan mutu pendidikan dan penurunan angka anak putus sekolah, sekolah
gratis bagi orangtua bisa mengurangi beban pikirannya untuk masalah biaya
pendidikan dan tidak ada lagi anak-anak yang tidak boleh ikut ujian hanya
karena belum bayar iuran sekolah. Sedangkan yang kontra berkata pemerintah
bagaikan pahlawan kesiangan, Hal ini dikarenakan telah ada yang lebih dulu
melakukan hal tersebut, yaitu LSM-LSM yang pada bidang pendidikan dan
penanganan masyarakat tak mampu.
Melihat kondisi diatas, semua itu adalah usaha pemerintah
untuk mensejahterahkan rakyatnya dalam hal ekonomi dan pendidikan, tapi
alangkah baiknya tidak memberlakukan sekolah gratis melainkan sekolah murah,
dan program bea siswa. Mengapa sekolah harus murah? Sekolah murah adalah
harapan semua orang, tidak hanya para murid dan orangtuanya, namun juga para
guru selagi kesejahteraannya mendapatkan jaminan dari pemerintah. Sekolah murah
dalam banyak hal bisa menyenangkan masyarakat, tanpa dibebani tanggungan biaya
sekolah sang anak yang mahal, orangtua dapat tenang menyekolahkan anaknya dan
urusan pencarian dana untuk memenuhi kebutuhan keluarga lebih dikosentrasikan
kepada kebutuhan sandang, pangan, papan dan kesehatan. Sang anak pun bisa
tenang melakukan aktivitas pendidikan, sebab tidak lagi merasa menjadi beban
bagi orangtua.
Bagaimana peserta didik dapat belajar dengan baik jika
konsentrasinya harus terbagi memikirkan dana sekolahnya yang belum terlunasi
orangtuanya. Ataupun waktu di luar sekolahnya harus terbagi untuk membantu
orangtuanya mencari tambahan penghasilan. Di Purwokerto sendiri, banyak anak
yang putus sekolah akibat membantu orang tuanya bekerja, bahkan rela mengemis
di pusat kota Purwokerto demi memperoleh bangku sekolah.
Seharusnya dana sekolah gratis berupa beasiswa pendidikan
kepada rakyat miskin saja secara penuh, sehingga semua warga miskin di daerah
Kabupaten Banyumas bisa bersekolah tidak hanya di sekolah negeri saja
tetapi juga sekolah swasta, Karena pada kenyataannya jumlah sekolah negeri
tidak sebanding dengan sekolah swasta, sehingga banyak siswa miskin yang berada
di sekolah swasta merasa beban biaya sekolah yang sangat mahal karena tidak
mendapatkan subsidi dari pemerintah kabupaten. Karena apabila peserta
didik yang sekolah di swasta sada manfaatnya juga yaitu dapat membantu sekolah-sekolah
swasta di Banyumas yang hampir “punah” atau dengan kualitas dan fasilitas
pendidikan yang sangat minim untuk dapat bersaing dengan sekolah negeri
unggulan di Kabupaten Banyumas.
Kita pun sebagai mahasiswa, masyarakat dan pemerintah
sama-sama untuk membangun dan menyediakan fasilitas pendidikan khususnya
didaerah pedesaan, daerah terpencil dan pedalaman agar anak-anak dapat
merasakan pendidikan yang sama dengan masyarakat perkotaan.
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang
memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan
dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Penyelesaian masalah
pendidikan tidak semestinya dilakukan secara terpisah-pisah, tetapi harus
ditempuh langkah atau tindakan yang sifatnya menyeluruh. Artinya, kita tidak
hanya memperhatikan kepada kenaikkan anggaran saja. Sebab percuma saja, jika
kualitas Sumber Daya Manusia dan mutu pendidikan di Indonesia masih rendah.
Masalah penyelenggaraan Wajib Belajar Sembilan tahun sejatinya masih menjadi PR
besar bagi kita. Kenyataan yang dapat kita lihat bahwa banyak di daerah-daerah
pinggiran yang tidak memiliki sarana pendidikan yang memadai. Dengan
terbengkalainya program wajib belajar sembilan tahun mengakibatkan anak-anak
Indonesia masih banyak yang putus sekolah sebelum mereka menyelesaikan wajib
belajar sembilan tahun. Dengan kondisi tersebut, bila tidak ada perubahan
kebijakan yang signifikan, sulit bagi bangsa ini keluar dari masalah-masalah
pendidikan yang ada, apalagi bertahan pada kompetisi di era global.
Kondisi ideal dalam bidang pendidikan di Indonesia adalah
tiap anak bisa sekolah minimal hingga tingkat SMA tanpa membedakan status
karena itulah hak mereka. Namun hal tersebut sangat sulit untuk direalisasikan
pada saat ini. Oleh karena itu, setidaknya setiap orang memiliki kesempatan
yang sama untuk mengenyam dunia pendidikan. Jika mencermati permasalahan di
atas, terjadi sebuah ketidakadilan antara si kaya dan si miskin. Seolah sekolah
hanya milik orang kaya saja sehingga orang yang kekurangan merasa minder untuk
bersekolah dan bergaul dengan mereka. Ditambah lagi publikasi dari sekolah
mengenai beasiswa sangatlah minim.
Sesuai dengan tujuan negara sebagaimana termaktub dalam
Pembukaan pemerintah Indonesia berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa, maka
pasal 31 UUD 1945 menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapat
pendidikan. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsaa yang diatur dengan UU.
Negara wajib memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya 20% dari APBN serta dari APBD untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional. Pemerintah memajukan IPTEK dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
UUD juga menyatakan tentang hak mendapat dan memilih
pendidikan sebagai upaya dalam pengembanan diri, sebagai diatur dalaam pasal
28C UUD 1945 yang menyatakan bahwaa setiap orang berhak mengembangkan diri
melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh
manfaat dari IPTEKSB, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi
kesejahteraan umat manusia. Setiap orang juga berhak memajukan dirinya dalam
memperjuangkan haknyasecara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan
negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar